Kekalahan Indonesia atas gugatan yang diajukan oleh Pemerintah Brazil ke World Trade Organization (WTO) atau yang lebih dikenal dengan Organisasi Perdagangan Dunia memaksa Indonesia membuka keran impor komoditas ayam dari Brazil. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan “Kita tidak mungkin menyatakan tidak bisa kalau kita melarang dengan berbagai ini nya. Melanggar ketetapan WTO ya kita pasti kalah.” beliau berkata setelah rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta pada hari Rabu 7 Agustus 2019. Menteri Perdagangan Indonesia mengatakan bahwa Indonesia saat ini harus menyesuaikan kebijakan dengan rekomendasi dari WTO yang berarti Indonesia harus menyesuaikan sejumlah ketentuan importasi ayam.

Beliau menjelaskan bahwa proses sengketa importasi ayam dari Brazil sudah dimulai sejak tahun 2014 karena menurut Brazil Indonesia sudah menyalahi berbagai ketentuan yang ada di dalam WTO. Brazil kemudian memenangkan gugatan tersebut pada tahun 2017. Brazil kemudian membawa permasalahan itu lagi ke WTO karena Indonesia dirasa belum juga membuka keran impor. Panel yang dibuka oleh Brazil saat itu adalah untuk menyelidiki kebijakan aturan impor Indonesia terkait komoditas ayam dari Brazil. Pihak Indonesia beralasan jika ayam dari Brazil tidak bisa masuk ke Indonesia karenan tidak mengantongi sertifikasi sanitasi internasional dan sertifikat halal.

Penjual daging ayam di pasar tradisional
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat

Dibukanya impor daging ayam dan rencana swasembada pangan Indonesia

Target Indonesia untuk mencapai swasembada pangan harus terhalang oleh gugatan dari negara  anggota WTO lainya. Kasus ini bukanlah kasus pertama kali “penggagalan” swasembada pangan di Indonesia yang disebabkan oleh kasus gugatan mengenai perdagangan internasional. Sebelumnya sudah terjadi kasus saat Amerika Seikat dan Selandia Baru mengalahkan Indonesia terkait Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di sidang WTO. Karena gugatan ini Amerika Serikat telah mengajukan saksi dagang senilai USD 350 juta atau setara dengan Rp 5 triliun. Menanggapi hal ini Deputi VII Kementrian Perekonomian, Darwin Siahaan mengatakan bahwa kedepannya pemerinah perlu berhati-hati mengeluarkan Peraturan Menteri agar hal ini tidak terulang kembali.

Dewan Pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Syaiful Bahari mengatakan bahwa kekalahan Indonesia di WTO dapat merusak citra Indonesia di perdagangan internasional. Kerugian lainnya adalah adanya efek langsung dari uang pajak rakyat yang lagi-lagi yang harus dikorbankan karena adanya aturan-aturan yang buruk dan tidak pernah melibatkan masyarakat luas. Saiful menambahkan jika upaya swasembada pangan seharusnya diterjemahkan oleh Kementerian dengan baik, komprehensif, dan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk perdagangan internasional. Kita harus menggunakan cara cerdas dan kreatif agar tidak terjebak dalam gugatan-gugatan negara lain di WTO agar produk dalam negeri bisa berdaya saing di negeri sendiri bahkan di luar negeri. Kita harus banyak belajar dari negara lain yang dapat menjaga kedaulatan dan kesejahteraan petaninya tetapi tetap menjaga keseimbangan perdagangan internasional seperti Brazil dan Thailand.

Kenapa Indonesia harus menjalankan rekomendasi?

Mungkin beberapa dari kita bertanya memang apakah sanksi yang akan diterima jika Indonesia tidak menjalankan rekomendasi dari WTO. Menteri Perdagangan mengatakan bahwa ada beberapa konsekuensi jika Indonesia tidak menjalankan rekomendasi dari WTO, kemungkinan terburuknya dalah adanya retaliasi dari Brazil. Retaliasi adalah tindakan pembalasan di bidang perdagangan antar Negara dalam kerangka WTO yang dilakukan oleh suatu negara sebagai akibat dari tidak tercapainya suatu kesepakatan dalam proses penyelesaian sengketa. Retalisasi biasanya dilakukan dengan peningkatan bea masuk pada produk-produk ekspor tertentu dari negara pelanggar.

Pedagang Ayam Garut
Sumber : Media Indonesia

Apa peran pemerintah untuk menggenjot produksi unggas dalam negeri?

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktora Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus meningkatkan produksi ayam potong untuk mendukung akselerasi ekspor dan ketahanan pangan nasional. Salah satu kekhawatiran peterak adalah adanya kekurangan pasokan pakan untuk peternakan. Memteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan bahwa jajarannya telah melakukan upaya untuk mengatasi kekhawatiran ini. Kementerian Pertanian telah melalukan program upaya khusus (Upsus) jagung untuk kebutuhan pakan ternak. Kementerian Pertanian telah membagikan bibit untuk ditanam petani untuk lahan seluas 3 juta hektar secara gratis yang diharapkan produksinya dapat mencapai 10 ton.

 

Manfaat program bagi peternak

Peternak mandiri ayam broiler asal Cianjur, Andi Sugimin mengatakan bahwa dirinya sangat terbantu dengan program penyediaan dan bantuan pakan ternak. Pak Andi mengatakan bahwa bantuan yang paling signifikan adalah bantuan jagung selama musim paceklik beberapa bulan lalu. Hal ini dirasakannya sebagai bentuk dukungan pemerintah untuk menjaga semangat produksi peternak. Beliau berharap jika dukungan akan semakin bertambah agar lebih banyak peternak yang semangat untuk berproduksi.

 

Saran dari Pak Jusuf Kalla agar impor ayam dari Brazil tak serbu Indonesia

Pak Jusuf Kalla menngatakan jika tidak masalah jika Indonesia tetap membuka impor komoditas ayam dari Brazil karena memang aturan dari WTO harus dipatuhi oleh anggota-anggotanya. Tetapi, bukan berarti kita dapat berpasrah diri, dampak impor akan tetap ada namun ada beberapa hal yang daat dilakukan untuk menurunkan dampak impor. Beliau mengatakan impor dapat terjadi jika ada permintaan impor dari Indonesia, jika tidak ada permintaan impor juga tak masalah ini kan perdagangan bebas. Berarti, kita selakuk konsumen harus mencintai produk dalam negeri.

Yang dapat dilakukan oleh pemerintah menurut beliau adalah mengusulkan adanya penerapan nontariff barrier (NTB) atau perlindungan nontarif. NTB dapat dilakukan dengan menerapkan spesifikasi tertentu untuk produk ekspor yang akan masuk ke Indonesia. Beliau mengatakan bahwa dengan penerapan kebijakan NTB pada kualitas dan kerbersihan produk kita dapat menekan jumlah impor ayam dari Brazil. Selain itu kita juga harus menggenjot produksi unggas dalam negeri baik secara kuantitas dan kualitas.

Sumber : Liputan6.com