Pernahkah anda melihat luka di badan ternak anda belatungan? Stop, jangan panik, ternak anda tidak akan menjadi sundel bolong seperti Film Suzzana. Mari kita simak bersama apa saja yang harus diperhatikan jika ternak kita “belatungan”. Belatungan/baulat/koreng/borok secara medis disebut miasis. Kondisi miasis terjadi ketika larva lalat (Diptera) masuk dan memakan jaringan hidup hewan/manusia. Lalat utama yang menyebabkan miasis adalah lalat Chrysomia bezziana atau lalat daging yang berwarna hijau. Lalat ini tersebar dari bagian Benua Afrika yang beriklim tropis hingga ke Asia Tenggara bahkan ke Papua New Guinea termasuk Indonesia.
Chrysomia bezziana larva dan dewasa
Sumber: Wikipedia.com
Apa yang membuat larva lalat ini berbahaya? Larva lalat ini hanya memakan jaringan hidup tubuh inangnya sehingga luka menjadi semakin parah. Jika miasis akibat lalat ini tidak lekas diobati, maka larva lalat sekunder dan tersier juga dapat berkembang di luka tersebut. Contoh lalat sekunder dan tersier itu antara lain Chrysomya megacephala, Sarcophaga sp., dan Musca spp.
Siklus hidup lalat
Sumber:mydokterhewan.blogspot.com
Bagaimana larva lalat bisa ditemukan di luka ternak? Ternak yang terluka akibat berkelahi, sayatan, gigitan, pasca partus, dehorhing, kastrasi, pemotongan ekor, dan lain-lain akan mengeluarkan bau darah segar yang menarik lalat betina Chrysomia bezziana. Induk lalat kemudian akan meletakkan telurnya di pinggiran luka. Telur ini memiliki daya rekat yang kuat sehingga tidak akan jatuh karena ternak bergerak. Telur ini akan menetas kurang dari 12 jam setelah dikeluarkan. Larva akan masuk ke dalam jaringan yang terluka sehingga akan memperparah kerusakan jaringan. Keadaan ini akan mengundang lalat sekunder dan tersier untuk ikut meletakan telurnya di luka. Kerusakan jaringan juga akan memicu infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri.
Miasis banyak terjadi pada sapi dan pedet. Miasis juga dapat terjadi pada ternak lain seperti kerbau, kuda, babi, kambing, cempe, dan domba bahkan ayam dan hewan kesayangan. Kasus miasis yang paling sering terjadi adalah miasis pasca melahirkan. Vulva induk yang terluka dan luka umbilikus pedet akan menarik lalat betina untuk bertelur di luka tersebut. Miasis sering ditemukan di daerah tropis dengan kelembaban tinggi terutama pada musim penghujan dan pancaroba. Daerah yang memiliki banyak pepohonan dan semak-semak serta terletak di dekat sungai juga rentan terkena miasis. Kandang kotor dengan sanitasi dan higiene yang buruk merupakan faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya miasis.
Beberapa kasus miasis pada hewan
Sumber: Manual penyakit mamalia
Miasis tidak akan menyebabkan kematian jika ditangani secara cepat dan tepat. Kasus dapat memicu keracunan akibat bakteri jika dibiarkan selama 1-2 minggu tanpa pengobatan. Miasis ditandai dengan ditemukanya larva lalat/belatung di luka ternak. Beberapa kasus miasis terjadi pada luka yang tampak kecil dari luar tetapi terjadi pembengkakan berair di sekitar luka. Luka ini harus dibuka terlebih dahulu untuk melihat kumpulan belatung. Selain itu, kemungkinan ternak akan mengalami demam, radang, kurang nafsu makan, penurunan produksi, gelisah, infertilitas, hipereosinofilia, dan anemia.
Miasis pada ternak dapat dicegah dengan menangani luka secara aseptis. Petugas kesehatan hewan biasanya akan menyemprotkan cairan antilalat pada luka untuk mencegah miasis. Penting juga menjaga sanitasi dan higiene kandang agar tidak menarik lalat betina yang akan bertelur. Program pengendalian hama kandang juga harus dilakukan secara rutin. Pasang perangkap lalat bila perlu, perangkap lalat dapat dipasang di dekat semak-semak atau diluar kandang dan diganti setiap 3 hari sekali. Karantina ternak baru yang akan masuk kandang juga penting dilakukan untuk mencegah miasis di peternakan anda.
Jika ternak anda sudah mengalami miasis, jangan panik. Segera pisahkan ternak tersebut dari ternak lainnya. Miasis dapat diobati secara manual dengan mengambil belatung satu persatu dari luka ternak. Cara ini dirasa tidak terlalu efektif mengingat luka mungkin bisa tertutup dan sangat dalam. Pengobatan dapat juga dilakukan dengan memberikan insektisida sistemik misalnya Ivermectin dengan dosis 200 mg/kgBB.
VERMECTIN-PLUS®
VERMECTIN-PLUS® dari PT. MITRAVET merupakan anti parasit sistemik yang mengandung Ivermectin 10 mg dan Clorsulon 100 mg per ml yang dapat mengobati kasus miasis pada sapi, domba, kambing, dan babi. Ivermectin dapat menyebabkan paralisis parasit dengan mencegah pengeluaran neurotransmitter GABA. Ivermectin tidak hanya dapat membunuh ektoparasit (larva lalat, kutu, dan caplak) tetapi juga dapat membunuh endoparasit terutama cacing. Clorsulon merupakan obat cacing yang spesifik membunuh cacing hati pada ternak. Kombinasi Ivermectin dan Clorsulon efektif melibas ektoparasit dan endoparasit. VERMECTIN-PLUS sudah terdaftar di Kementerian Pertanian RI dengan nomor registrasi KEMENTAN RI No. I. 13104650 PKC. Kunjungi www.mitravet.com untuk informasi lebih lanjut.
(Sumber: Manual Penyakit Hewan Mamalia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2014)
Leave A Comment