Peternakan sapi perah rakyat di Indonesia seringkali menemui permasalahan yang berulang dari waktu ke waktu. Salah satu permasalahan yang sering ditemukan yaitu penyakit gangguan metabolisme, milk fever. Milk fever adalah kejadian sapi ditemukan ambruk dan tidak kuat berdiri lagi setelah melahirkan akibat hipokalsemia. Hipokalsemia sendiri adalah kondisi dimana kadar kalsium darah sangat rendah. Kadar kalsium darah pada kondisi normal adalah 10 mg/100 ml, sedangkan pada kondisi hipokalemia kadar kalsium darah akan menurun sampai menjadi sekitar 3-7 mg/100ml. Kasus milk fever umumnya terjadi 1-24 jam setelah melahirkan, yaitu sekitar 75% kasus. Kemudian, presentase kasus milk fever sebelum melahirkan 3%, pada saat melahirkan 6%, 25-48 jam 12%, dan lebih dari 48 jam 4%.
Ada tiga tahapan gejala klinis milk fever, tahap 1: sapi masih bisa berdiri, namun sudah mulai gemetar (tremor), sempoyongan, telinga dingin, dan terjadi eksitabilitas. Jika tidak segera dilakukan penanganan akan berlanjut ke tahap 2. Tahap 2: sapi tidak mampu berdiri, namun masih mencoba bangun, posisi duduk (sternal recumbency), namun tidak mampu untuk bangun. Kondisi sapi melemah, tidak mau makan, suhu tubuh subnormal, sapi kadang meletakkan kepalanya pada flank sehingga membentuk huruf S yang menyebabkan kelemahan otot-otot tulang belakang. Tahap 3: dalam jangka waktu lama jaringan otot akan kekurangan kalsium dan terjadi kelumpuhan. Sapi mengalami penurunan refleks tubuh, koma, kembung, dan terjadi kematian beberapa jam kemudian.
Bahaya milk fever bukan hanya saat terjadinya ambruk, namun juga mampu mendatangkan berbagai masalah kesehatan pada sapi. Sapi yang menunjukkan tanda-tanda milk fever akan mengalami 2,6 kali lebih berisiko terhadap distokia, 2,4 kali terhadap ketosis dan 2,3 kali terhadap Left Displacement Abomasum. Distokia akan berhubungan lebih lanjut dengan retensi plasenta yang akan meningkat 2,2 kali dan 2,1 kali terhadap metritis. Bila terjadi retensi plasenta, kemungkinan akan terjadinya metritis meningkat menjadi 6,0 kali. Studi juga menunjukkan bahwa milk fever klinis secara langsung meningkatkan risiko terhadap kejadian RFM (retained foetal membranes) 3,2 kali dan 1,7 kali terhadap metritis. Selain itu, milk fever juga berkaitan erat dengan prolapsus uterus. Hal ini berhubungan dengan terlambatnya involusi selama sapi dalam kondisi hipokalsemia. Milk fever juga berhubungan secara kualitatif dengan meningkatnya kejadian sistik ovari. Distokia, RFM, sistik ovari, metritis dan gangguan pasca kelahiran lainnya akan mempengaruhi reproduksi sapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat disimpulkan bahwa milk fever dapat menurunkan kesuburan sapi.
Pakan yang diberikan untuk sapi sangat mempengaruhi terjadinya milk fever. Pemberian pakan dengan kandungan tinggi kalsium selama masa dry pregnant berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian hipokalsemia saat sapi melahirkan. Bila sapi selama dry pregnant diberi pakan dengan kandungan kalsium yang tinggi (>100g/hari), kebutuhan kalsium dapat dipenuhi hanya dengan transport pasif dari Ca dalam pakan. Transport aktif dan penyerapan Ca dari tulang, tertekan dan tidak terjadi. Hasilnya, pada saat melahirkan, pada saat sapi membutuhkan kalsium dalam jumlah tinggi sapi tidak bisa menggunakan mekanisme penyerapan kalsium dari tulang maupun transport aktif kalsium dari pakan. Akibatnya, sapi akan mengalami hipokalsemia berat sampai mekanisme tersebut bisa dirangsang dan bekerja, biasanya berlangsung dalam beberapa hari setelah melahirkan. Selain itu, pakan dengan fosfor yang tinggi juga meningkatkan risiko terjadinya milk fever. Hal ini terjadi karena tingginya fosfor dalam darah akan secara langsung menghambat enzyme yang mengkatalisis pembentukan 1,25 dihidroksi vitamin D di ginjal. Hal ini akan menurunkan produksi 1,25 dihidroksi vitamin D yang pada akhirnya juga menurunkan resorbsi kalsium dari lumen usus halus sebelum kelahiran.
Pencegahan hipokalsemia dapat dilakukan dengan cara menghindari pemberian hijauan yang basah pada trimester akhir kehamilan sapi serta memberikan asupan kalsium rendah selama masa kering kandang yang diimbangi dengan diet magnesium serta fosfor yang cukup. Hindari memberikan hay atau silase. Alternatif lain adalah memberian injeksi vitamin D. Berikan campuran vitamin D dan Kalsium klorida sebanyak 100-500 g melalui air minum atau pakan selama 4-5 hari sebelum melahirkan. Sapi yang pernah mengalami hipokalsemia sebaiknya diberikan larutan kalsium 20% (rendah magnesium dan fosfor) sebanyak 400 ml. Kemudian, hal yang terpenting yaitu menyediakan pakan yang seimbang kandungannya agar terhindar dari milk fever.
CATTLEVET® merupakan premiks dengan kandungan yang seimbang dari PT. MITRAVET untuk mencegah terjadinya hipokalsemia. CATTLEVET® mengandung multivitamin dan mineral yang penting untuk proses metabolisme ternak anda. Dengan proses metabolisme yang baik, penyakit metabolisme akibat kekurangan vitamin dan mineral dapat dihindari khususnya hipokalsemia dan grass tetany. Proses metabolisme yang baik juga akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas sapi. Campurkan 2 kg CATTLEVET® ke dalam 1 ton pakan ternak anda untuk diberikan setiap hari. CATTLEVET® sudah terdaftar di Kementerian Pertanian dengan Nomor Registrasi KEMENTAN RI No. D. 12083421 FTS. Untuk keterangan lebih lanjut kunjungi website kami www.mitravet.com.
(Pencegahan dan Penanganan Milk Fever pada Sapi Perah, Infovet, 8 Desember 2015)
Leave A Comment